Sabtu, 24 Maret 2012

Senja


Senja



Senja telah jatuh
Di pelataran rumah
Masih kunikmatikah banjir terakhir
Kali ini

Senja telah jatuh
Telah memberi tanda; rambut
yang sudah tak hitam di kepala

Senja telah jatuh
kini
Cahaya merah berpendar di langit
Pohon nangka tua itu sejarah yang
tak mau bicara

Senja ini
Kalaupun pohon nangka itu
tumbang
Sakratul maut itu menjadi senyum terakhirku

Kamis, 22 Maret 2012

Anyer Kala Pagi


Anyer Kala Pagi


     Dari lantai delapan ini, aku menoleh ke kiri. Melalui jendela yang terbuka, aku dapat menikmati bukit dengan puncak berkabut di ujung timur sana. Atap-atap rumah penduduk menyembul di antara rimbunnya pepohonan. Sementara itu, di langit, tampak beberapa rombongan awan kelabu mengikuti angin yang berhembus ke timur. Matahari belum muncul. Angin masih dingin menggigit sampai ke sumsum tulang. Dan, sayup-sayup terdengar hempasan ombak, di pantai yang sudah tidak landai. Abrasi telah membuat ruang gerak air laut semakin sempit, sehingga begitu bergulung dari arah tengah belum sempat memecah sudah harus berhadapan dengan pagar tembok hotel Marbela yang kokoh. 
     Pagi memang telah bermula. Mau tidak mau kami pun juga harus memulai aktivitas. Kulihat teman sekamarku, Jeffri, dari semenjak Shubuh sudah asyik masyuk dengan note book-nya. Sesekali terlihat kerut di keningnya, kemudian menekat tut tut keyboard. Pasti tengah mengulang pelajaran pembuatan blog yang kami dapatkan kemarin. Tidak mudah memang menyerap ilmu pada usia yang hampir uzur ini. Kendalanya adalah penyakit lupa. Tapi kami tetap harus semangat. Walaupun yang diajarkan tiga, duanya lupa tidak masalah. Kata teman-teman, pelan-pelan namun hari ini kita juga akan pulang, ha ha ha... . (ga nyambung kan!) Ah, sudahlah, ntar semakin kacau beliau.